Social Icons

Facebook  Twitter  Google+

Pages

Jumat, 03 April 2015

Daging Celeng dan Bahanya




Belakangan ini, celeng yang aslinya hidup di hutan belantara mendadak tenar. Dikabarkan bahwa naiknya harga daging sapi membuat segelintir pengusaha daging yang curang mengakali kenaikan harga daging sapi dengan mencampur daging sapinya dengan daging celeng.
Meskipun celeng merupakan salah satu sumber pangan yang umum dikonsumsi di beberapa daerah di Indonesia, tapi keberadaan daging celeng sebagai alternative bagi pedagang daging yang culas tentu saja meresahkan sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain diharamkan dalam ajaran Islam, mengkonsumsi daging celeng juga sangat tidak dianjurkan karena alasan kesehatan.
Celeng memang tidak termasuk dalam kategori jenis hewan yang umum dikonsumsi. Sehingga dengan sendirinya, untuk bisa diperdagangkan, daging celeng biasanya masuk ke pasar daging melalui jalur “bawah tanah”, alias ilegal. Daging celeng yang diselundupkan (ilegal) cenderung tak layak konsumsi karena kondisinya sudah membusuk atau rusak. Menurut Kepala Sub Humas Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian, Arief Cahyono, mengkonsumsi daging celeng ilegal sangat bahaya bagi kesehatan, karena daging celeng yang dipotong tidak sesuai standar, dan proses pengirimannya tak memenuhi kaidah kesehatan, sehingga berpotensi terkontaminasi bakteri, virus, larva dan lainnya. Bila dikonsumsi, dapat menyebabkan keracunan, diare berat akibat E coli, salmonellosis hingga cacing babi yang menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada manusia. Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian Banun Harpini  juga mengatakan bahwa, "Hingga saat ini, konsumsi daging celeng untuk alasan apapun, termasuk untuk pakan hewan dinilai berbahaya”.
Daging celeng banyak mengandung cacing sejenis cacing pita yang berdampak negatif bagi kesehatan manusia. Dalam ilmu biologi modern diketahui, bahwa babi merupakan inang yang baik bagi kembang-biak beragam parasit dan penyakit berbahaya, misalnya, flu babi. Sistem biokimia babi hanya mengeluarkan 2% kandungan asam uratnya, sisanya 98% senyawa beracun itu bersarang di tubuhnya. Penelitian membuktikan, babi adalah binatang paling adaptif, cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan liar hingga dapat berubah menjadi babi hutan yang buas dan bertaring. Maka dari itu, peredaran daging celeng, yang tidak menggunakan sertifikat sanitasi atau sertifikat karantina lainnya, dianggap sebagai peredaran ilegal. Hal itu juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku pelanggaran tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU No. 16 Tahun 1992 berupa pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 150 juta.
Ditemukannya bakso yang dicampuri dengan daging babi telah sampai di telinga masyarakat. Kini, masyarakat khususnya pencinta bakso cukup resah akan kabar yang diberitakan melalui berbagai media, seperti media cetak dan elektronik tersebut. Karenanya bagi para pedagang daging yang berpikiran untuk berbuat curang, sebaiknya dipikirkan lagi. Sementara bagi para pecinta kuliner yang berbahan dasar daging, sebaiknya hati-hati dalam memilih olahan daging sapi yang hendak dikonsumsi. Karena perbedaan fisik daging celeng dengan daging sapi secara umum akan terlihat sama, namun bila diperhatikan ada beberapa perbedaan.
Pertama adalah serat daging celeng jauh lebih halus dibandingkan daging sapi. Sedangkan perbedaan kedua adalah warna daging celeng merahnya lebih gelap daripada daging sapi. Perbedaan yang paling khas adalah bau daging celeng bau amis dan apek sedangkan sapi tidak. tetapi ciri-ciri itu bisa dimanipulasi oleh pengepul dengan cara mencampur daging celeng dengan darah sapi. Sehingga baunya akan tercium menjadi bau daging sapi, kalau sudah seperti ini bakal makin sulit mengenali ciri-cirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates